
ABSTRAK
Gagal Ginjal kini bukan lagi permasalahan yang dialami oleh pasien usia dewasa, tren saat ini penyakit gagal ginjal juga dialami oleh anak usia muda. Kebanyakan orang ketika mengetahui anak atau keluarganya yang sedang sakit pasti yang terlintas adalah untuk segera diberi obat terlebih dahulu dengan harapan agar lekas sembuh. Namun, ketika pemberian obat dinilai tidak kunjung membuat sembuh maka umumnya yang terlintas pertama dipikiran adalah untuk segera membawa pasien tersebut ke fasilitas Kesehatan, baik puskesmas, klinik dan Rumah Sakit. Rumah Sakit sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, dengan Tingkat fasilitas memadai yang dimilikinya dibanding fasilitas pelayan Kesehatan lainnya tentunya menjadi opsi yang logis dalam menerima pasien pengidap penyakit ginjal untuk dilakukannya tindakan medis. Namun, pelayanan atau tindakan medis memiliki probabilitas yang umumnya orang tau, yakni sembuh, semakin parah atau bahkan kematian. Lazimnya kerapkali keluarga dan/atau kerabat dari pasien yang menjadi semakin parah atau kematian mengajukan protes keras dalam bentuk somasi kepada Rumah Sakit, yang umumnya dengan dalil malpraktik hingga berujung dengan tindakan hukum dalam bentuk gugatan yang umumnya diajukan oleh kerabat atau keluarga dari pasien Rumah Sakit itu sendiri.
Keywords : Gagal Ginjal Anak, Mindset Keluarga mengenai Obat, Rumah Sakit, Gugatan
Gagal Ginjal yang diidap oleh anak merupakan momok bagi setiap orang tua, tren gagal ginjal yang diidap oleh pasien dengan usia muda merupakan hal baru yang dikini masih diupayakan dan diteliti oleh Kementrian Kesehatan.


Berdasarkan artikel-artikel yang kami pelajari, temuan adanya tren penyakit ginjal pada usia dini bukan hanya dikarenakan penyakit bawaan dan pola hidup saja, melainkan dari obat-obatan yang dikonsumsi. Pada tahun 2022 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang 73 obat sirop beredar di pasaran dikarenakan telah melakukan pelanggaran di bidang produksi obat dalam sediaan cair atu sirop yang mengandung pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol dan gliserin atau gliserol.
*pentingnya kita sebagai konsumen obat mengenai kesadaran diri dalam mengerti obat yang kita konsumsi, dalam arti obat tersebut telah terdaftar secara resmi oleh BPOM atau tidak, karena tidak semua obat tentunya berbahaya.
Langkah-Langkah tiap unsur Kesehatan dalam melakukan eliminasi atau Upaya preventif terjadinya gagal ginjal tidak terlepas dari lingkungan terdekat itu sendiri yakni keluarga. Mindset lazimnya yang dimiliki oleh setiap orang ketika mengetahui kerabat dan/atau keluarganya Nampak sakit adalah dengan memberikan obat, dengan harapan kerabat dan/atau keluarganya tersebut yang sakit agar segera sembuh dan beraktivitas seperti biasanya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bilamana obat tersebut aman atau tidaknya memiliki izin, dan bilamana obat tersebut membawa kesembuhan, bagaimana bila tidak lekas sembuh ? tentu umumnya yang terlitas dipikiran adalah membawa kerabat tersebut ke dokter. Lalu, muncul lagi pertanyaan, bilamana yang diidap adalah penyakit kronis ? apakah hanya cukup dengan obat yang diberikan oleh dokter saja ? ataukah perlu tindakan medis lebih lanjut ? tentunya dokter akan mengeluarkan rekomendasi kepada pasien agar segera dilakukan pemeriksaan intensif ke pelayanan fasilitas Kesehatan Tingkat pertama yakni Rumah Sakit.
Hemat kami, umumnya pengidap penyakit kronis yang berobat ke Rumah Sakit ada 3 (tiga) kemungkinan, pasien bisa sembuh, penyakit pasien lebih parah, atau kemungkinan buruk pasien meninggal. Tiga kemungkinan tersebut umumnya dimiliki oleh mindset orang-orang, hal tersebut tidak terlepas dari pengalaman kami medico legal melakukan pendampingan ke rumah sakit-rumah sakit yang mendapatkan somasi. Rata-rata somasi tersebut didasari dengan dugaan malpraktik yang diajukan oleh kerabat dan/atau keluarga dari pasien itu sendiri, antara malpraktik dikarenakan penyakit pasien semakin parah atau malpraktik dikarenakan ketidakterimaan keluarga atas meninggalnya pasien setelah ditangani oleh Rumah Sakit.
Tentunya ini menjadi momok tersendiri bagi rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan Kesehatan Tingkat pertama berbasis jasa.
Asas pembuktian dalam hukum Kesehatan khususnya dugaan kasus malpraktik didasarkan pada asas actor incumbito pro-batio. Artinya, pihak yang mendalilkan adanya hak atau peristiwa harus membuktikannya.
Rekam Medis merupakan hal yang tidak asing di kalangan tenaga Kesehatan. Secara sifatnya dalam keperdataan memiliki unsur pembuktian yang sifatnya sama seperti alat bukti surat yang otentik karena kedudukannya yang dibuat oleh pihak/pejabat berwenang dalam hal ini dokter ketika melakukan pemeriksaan terhadap pasien, maka oleh karena itu kekuatan pembuktiannya memeiliki kedudukan Tingkat keterbuktian yang kuat, jelas dan meyakinkan (clear and convincing evidence).
Secara umumnya isi dari Rekam Medis yakni meliputi:
- Identitas Pasien
Yakni berisi tentang nama lengkap, nomor rekam medis, tanggal lahir, alat kelamin, alamat, nomor kontak, status perkawinan.
- Riwayat Kesehatan
Berisi tentang Riwayat penyakit sebelumnya, Riwayat alergi, Riwayat keluarga (ada atau tidaknya penyakit keturunan), Riwayat imunisasi.
- Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik
Berisi tentang keluhan utama, hasil pemeriksaan fisik (berupa tekanan darah, denyut jantung, suhu tubuh dan lain-lain), hasil pemeriksaan penunjang (berupa hasil laboratorium, radiologi, EKG, dan lain-lain)
- Diagnosis
Berupa diagnosis utama, diagnosis sekunder, kode diagnosis sesuai standar
- Tindakan dan terapi
Berupa obat yang diberikan (dosis, frekuensi, rute pemberian), prosedur medis yang dilakukan dan instruksi dokter.
- Edukasi dan konsultasi
Berupa penjelasan penyakit kepada pasien, anjuran gaya hidup dan pola makan, instruksi lanjutan berupa kontrol ulang, terapi tambahan dan lain-lain.
- Ringkasan Rawat Inap (opsional setiap pelayanan)
Berupa catatan harian selama perawatan, tindakan operasi atau prosedur khusus, dan kondisi saat keluar rumah sakit.
- Persetujuan tindakan medis
Informed concent dari pasien atau keluarga dan dokumen persetujuan operasi atau prosedur tertentu.
- Catatan perkembangan dan evaluasi
Berupa laporan perubahan kondisi pasien, respons terhadap pengobatan, dan rencana perawatan lebih lanjut.
- Dokumen Administratif
Berupa nama pelayan Kesehatan seperti dokter dan perawat, tanda tangan atau paraf dokter dan tenaga medis serta tanggal dan waktu pencatatan.
Secara sifatnya yang otentik sebenarnya pembuktiannya seputar mengenai isi dari rekam medis, yang umumnya adalah mengenai teknis dan penanganan medis dari setiap dokter dan perawat. Namun, faktanya secara pembuktian dalam persidangan tidaklah begitu kuat untuk meyakinkan para Majelis Hakim mengenai kedudukan dari sebuah perkara, dalam hal ini Para Majelis Hakim memerlukan tambahan keyakinan dibantu dengan Keterangan dari Saksi Ahli.
Saksi Ahli yang dimaksud dalam hal ini bisa dari Ahli dalam Keprofesian maupun Pihak yang berwenang dalam suatu instansi (dikarenakan dalam hal ini adalah karena obat maka instansi terkait yang kami maksud adalah pihak dari BPOM).
Secara teknis Ahli dalam Keprofesian tentunya adalah Saksi yang menguatkan unsur pembuktian dalam Rekam Medis bahwa secara medis penanganan yang dilakukan oleh tenaga Kesehatan sudah sesuai dengan standard pelayanan maupun procedural penanganan yang berlaku, contoh sebagaimana dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kindey Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayan Kesehatan, bahwa Saksi Ahli harus memahami hal tersebut dan menunjukan bahwa Langkah penanganan yang tertera dalam Rekam Medis sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain daripada itu dalam Rekam Medis bagian Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik, secara keilmuan Saksi Ahli Keprofesian harus bisa juga menjelaskan bahwa memang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium bahwa pasien masuk Rumah Sakit dalam kondisi keracunan dari obat yang dikonsumsinya, tentunya sebagai penekanan bahwa secara keilmuan Langkah medis yang sudah dilakukan oleh tenaga medis sudah sesuai dengan keilmuan dan prosedur yang berlaku, yang mana kematian pasien tersebut bukanlah dikarenakan karena malpraktik karena memang dari awal karena keracunan zat-zat berbahaya setelah mengkonsumsi obat terentu.
Sedangkan apabila Saksi Ahli yang berasal dari suatu instansi dalam hal ini adalah BPOM, keterengannya harus membuktikan data research dan temuannya yang menyatakan bahwa obat tertentu yang dikonsumsi oleh pasien adalah obat yang berbahaya. Dalam artian Saksi Ahli Instansi tersebut memang secara kedudukannya menyatakan bahwa obat berbahaya yang dikonsumsi oleh pasien adalah obat yang izin edarnya telah dicabut dari pasaran dikarenakan zat-zat yang terkandung didalamnya tidak sesuai dengan standard kandungan yang ditentukan oleh negara.
Dalam artikel ini sesuai dengan judulnya yakni adanya permasalahan kematian yang dikarenakan kematian akibat gagal ginjal yang disebabkan oleh keracunan obat, secara implisit dapat kami katakana bahwa Payung Hukum yang dimiliki oleh Rumah Sakit ketika mendapatkan gugatan malpraktik dari keluarga pasien dengan latar belakang pasien keracunan obat adalah Hukum yang berlaku (dalam hal ini secara teknis adalah Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kindey Injury) pada Anak), Rekam Medis dan Saksi Ahli.
-GV-