medicolegal.id
Artikel Berita Media headline

Kisah Heroik Dokter Lakukan Operasi Amputasi Ditengah Runtuhan Ponpes Al Khoziny

Proses Evakuasi Korban Runtuhan Bangunan Ponpes Al Khoziny

medicolegal.id- Tragedi runtuhnya bangunan musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menyisakan kisah dramatis tentang perjuangan tim medis yang mempertaruhkan segalanya demi menyelamatkan nyawa seorang santri berusia 16 tahun. Dalam kondisi darurat di bawah reruntuhan beton berat, para dokter melakukan operasi amputasi di lokasi kejadian untuk menyelamatkan sang korban yang terjebak tanpa jalan keluar.

Di tengah puing-puing sempit dan berdebu, tim medis gabungan yang terdiri dari dokter RSUD Dr. Soetomo, RSUD R.T. Notopuro, Dinas Kesehatan Sidoarjo, serta personel TNI dan relawan bahu membahu melawan waktu.

Operasi Amputasi di Tengah Reruntuhan

Tindakan medis dipimpin oleh dr. Larona Hydravianto, spesialis ortopedi, didampingi dr. Faruk, dr. Aran Franklyn Simatupang, dan empat perawat. Begitu tiba di lokasi, dr. Larona segera melakukan observasi, memasang infus, dan menstabilkan kondisi korban yang kala itu sudah kehilangan banyak darah.

dr. Larona Hydravianto,

Setelah dilakukan penilaian, tim menyimpulkan bahwa korban tak mungkin dievakuasi tanpa tindakan medis ekstrem. Akhirnya, keputusan sulit diambil amputasi harus dilakukan di tempat. Karena ruang yang sangat sempit, dr. Aran Simatupang yang bertubuh lebih ramping masuk ke celah reruntuhan untuk melakukan prosedur dengan peralatan darurat.

“Secara medis, ini adalah situasi life saving. Kami harus menyelamatkan nyawa korban, bukan mempertahankan anggota tubuh yang terjepit. Inilah prinsip dasar penanganan darurat,” jelas dr. Larona, dikutip dari Metro Siang, Minggu (5/10/2025).

Prosedur amputasi berlangsung sekitar 10 menit di bawah tekanan tinggi dan kondisi berbahaya. Setelah selesai, korban segera dievakuasi ke area yang lebih aman untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

Korban Selamat dan Sadar

Santri bernama Nur Ahmad Rahmatullah berhasil diselamatkan dan langsung dilarikan ke RSUD R.T. Notopuro. Dalam kondisi sadar, ia menceritakan detik-detik musala runtuh.
“Saya sedang salat di rakaat kedua, tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dan bangunan langsung ambruk. Saya tidak sempat lari,” ungkap Nur Ahmad.

Kapten dr. Aran Franklin Simatupang, yang juga seorang perwira TNI AD, mengaku tindakan itu merupakan bentuk panggilan kemanusiaan yang tak bisa ditunda.
“Saya masuk untuk memastikan kondisi korban, lalu berkonsultasi dengan dr. Larona. Setelah mendapat keputusan, kami laksanakan amputasi selama 10 menit. Puji Tuhan, pendarahannya minimal,” ujarnya.

Kini, kondisi Nur Ahmad dilaporkan berangsur membaik dan telah mampu berkomunikasi dengan lancar. Tim dokter menegaskan, tanpa tindakan amputasi cepat di lokasi, nyawa korban kemungkinan besar tidak akan terselamatkan.

Kisah penyelamatan ini menjadi simbol keberanian dan kemanusiaan di tengah bencana — bukti nyata bahwa di balik tragedi besar, masih ada cahaya dari dedikasi para tenaga medis dan relawan yang berjuang di garis terdepan.

Penulis:  Ariyo tjo/jurnalpatrolinews.co.id

Related posts