medicolegal.id– Para analis industri mengatakan, langkah Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan kesepakatan pembelian vaksin senilai US$ 2 miliar dengan Pfizer Inc dan perusahaan biotek Jerman, BioNTech, pada Rabu (22/7) waktu setempat, secara tidak langsung telah menetapkan harga acuan untuk bakal vaksin Covid-19.Hal ini akan menekan produsen lain untuk menetapkan harga yang sama. Kesepakatan – yang mana produknya harus melalui persetujuan – tersebut akan memberikan jaminan ketersediaan vaksin yang cukup untuk menyuntik 50 juta warga Amerika dengan biaya sekitar US$ 40 per orang, atau setara dengan biaya suntikan flu tahunan yakni Rp 580.000.
Hal ini memungkinkan bagi beberapa produsen obat untuk mengambil keuntungan dari upaya-upaya mereka untuk melindungi orang-orang dari virus yang telah menewaskan sekitar 620.000 jiwa di seluruh dunia, di mana seperempat korban meninggal ada di AS. Berbeda dengan kesepakatan produk vaksin lain yang ditandatangani pemerintah, baik Pfizer dan BioNTech tidak akan memungut pembayaran sampai vaksin mereka terbukti aman, dan efektif dalam uji klinis penting yang diperkirakan dimulai bulan ini.
Sebelumnya, AS dan pemerintah negara lain telah mencapai kesepakatan untuk mendukung pengembangan vaksin Covid-19, beberapa di antaranya termasuk jumlah pemberian dosis yang terjamin. Ini adalah kesepakatan pertama untuk menjabarkan harga spesifik untuk produk jadi. “Harga rata-rata untuk vaksin flu adalah sekitar US$ 40. Harga itu terlihat bagus dengan perbandingan tersebut. Harga ini baik-baik saja, masih dalam batas kewajaran,” ujar Peter Pitts, presiden dan salah satu pendiri Centre for Medicine in Public Interest, seperti dilansir dari Reuters, Kamis (23/7)
Menurut analis bioteknologi Mizuho, Vamil Divan, sejauh ini uji coba vaksin utama lainnya relatif menunjukkan data yang sama, tentang keamanan dan kemanjuran. Vaksin-vaksin tersebut menunjukkan bahwa tidak ada satu pun produsen obat yang dapat mengisi lebih banyak secara dramatis daripada rekan-rekannya. Sebagai diberitakan sebelumnya, Pemerintah AS sepakat untuk membeli 100 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech dengan harga sekitar US$ 39 untuk program pengobatan dua dosis, atau US$ 19,50 per dosis.
Para ahli kesehatan percaya bahwa vaksin yang efektif diperlukan untuk menangani pandemi yang telah menghancurkan ekonomi di seluruh dunia. Tetapi vaksin tersebut harus tersedia bagi miliaran orang, dan para produsen obat berada di bawah tekanan besar karena harus menghindari membuat keuntungan besar selama krisis kesehatan global. “Dengan US$ 40 per orang, produsen pasti akan menghasilkan keuntungan dan margin kotor bisa berada di kisaran 60% hingga 80% di beberapa wilayah geografis,” tutur analis SVB, Leerink Geoffrey Porges.
Namun, marjin kotor belum termasuk biaya penelitian dan pengembangan, yang dikatakan Pfizer dapat mencapai US$ 1 miliar untuk vaksinnya saja. Di sisi lain, para analis dan pakar penetapan harga menyatakan, harga itu setara dengan biaya vaksin umum lainnya dan merupakan harga yang bagus bagi pemerintah, mengingat kebutuhan yang sangat mendesak.
“Kesepakatan itu akan memberikan tolok ukur penting untuk penetapan harga vaksin Covid,” pungkas Porges, seraya menambahkan bahwa para produsen vaksin cenderung membidik harga tunggal di seluruh dunia.
Sementara itu, Pfizer, Moderna Inc, dan Merck & Co semuanya mengatakan berencana untuk menjual vaksin mereka dengan untung. Pemerintah dan nirlaba pun berlomba-lomba mengamankan pasokan dari perusahaan-perusahaan yang memiliki kandidat vaksin Covid-19 yang menjanjikan.
Kendati belum ada jaminan akhir, bahwa vaksin akan lolos uji klinis. Pekan lalu, Johnson & Johnson (J&J) mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya sedang dalam pembicaraan untuk mencapai kesepakatan vaksin dengan Uni Eropa, Jepang dan Yayasan Bill and Melinda Gates. Beberapa produsen obat, termasuk J&J, telah mengumumkan rencana untuk menetapkan harga vaksin atas dasar nirlaba, mengingat pandemi sedang berlangsung. Namun, J&J belum memberikan harganya secara spesifik.
Sedanglan, AstraZeneca Plc setuju memberikan kepada Amerika Serikat, sebanyak 300 juta dosis vaksin yang dikembangkannya bersama para peneliti Oxford University dengan imbalan US$ 1,2 miliar, berupa pembayaran di muka. Meskipun biaya per dosis mencapai sekitar US$ 4 – jauh lebih murah daripada apa yang akan diterima Pfizer dan BioNTech – tetapi AstraZeneca dapat menggunakan sebagian dari dana itu untuk mengimbangi biaya penelitian dan pengembangan, bahkan jika vaksin akhirnya gagal uji klinis.
source: investor.id/ editor: Ahmad Efendi